Jumat, 03 Maret 2017

Peta Geologi Sumatera


1. Peta Geologi Lembar Banda Aceh


2.Peta Geologi Lembar Lhoksumawe


3. Peta Geologi Lembar Nias



4. Peta Geologi Lembar Bengkalis


5. Peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping


6. Peta Geologi Lembar Dumai dan Bagan siapi-api

Peta Geologi Daerah sumatera lainya :
Peta geologi lembar Tanjung Pinang
Peta geologi lembar Pulau Telo
Peta geologi lembar Sumatera Selatan
Peta geologi lembar Painan
Peta geologi lembar Jambi
Peta geologi lembar Bangka Utara
Peta geologi lembar Bangka Selatan
Peta geologi lembar Belitung
Peta geologi lembar Bangka Selatan
Peta geologi lembar Bengkulu
Peta geologi lembar Lahat
Peta geologi lembar Palembang
Peta geologi lembar Siberut
Peta geologi lembar Tulung Selapan
Peta geologi lembar Tanjung Karang
Peta geologi lembar Kota Bumi
Peta geologi lembar Menggala
Peta geologi lembar Baturaja
Peta geologi lembar Sungai Penuh
Peta geologi lembar Bangko - Sarolangun
Peta geologi lembar Calang
Peta geologi lembar Padang Sidempuan-Sibolga
Peta geologi lembar Padang
Peta geologi lembar Solok
Peta geologi lembar Rengat
Peta geologi lembar Dabo
Peta geologi lembar Langsa
Peta geologi lembar Tapaktuan
Peta geologi lembar Medan
Peta geologi lembar Tebing Tinggi
Peta geologi lembar Sinabang
Peta geologi lembar Sidikalang
Peta geologi lembar Pematang Siantar


Note : Untuk peta geologi daerah sumatera lainnya silahkan Komentar dan Email saya : Atmantokukuh@gmail.com 

Keadaan Geologi dan Stratigrafi Pulau Karimun, kepulauan Riau


Peta Rencana Tata Guna Lahan Pulau Karimun (dokumen PT. RAI)

Keadaan Geologi dan Stratigrafi
          Mengacu pada hasil pemetaan geologi oleh S. Koesoemadinata, K. Sutisna, T.C. Amin, Sukardi, dan B. Hermanto (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1994), Pulau Karimun dibentuk oleh berbagai jenis batuan beku, sedimen, dan metamorf yang berumur pra tersier, ditutupi oleh  sedimen lepas sampai agak padu  dari satuan alluvium  tua dan alluvium muda yang berumur kuarter (Gambar 2.2).
          Sementara granit didaerah pulau Karimun berumur trias tengah-akhir, terdiri atas granit biotit, turmalin aplit, pegmatite dan greisens. Pulau Karimun secara geologi terletak pada zona busur Kepulauan (Sunda Platform), yang merupakan penerusan arah tenggara lempeng benua Eurasia dan hasil dari proses tektonik  mesozoikum.

Stratigrafi
Busur Kepulauan (Sunda Platform), yang merupakan penerusan arah tenggara lempeng benua Eurasia, merupakan hasil dari proses tektonik mesozoikum. Batuan tertua yang membentuk daerah ini adalah formasi malang yang terdiri kelompok batuan gunung api riodasitik, serpih hornfels, batu pasir, rijang, konglomerat dan batugamping. Batuan dalam keadaan segar, kompak, masif, keras dan pejal, umumnya mempunyai permeabilitas dan porositas rendah hingga kedap air. Lapisan pembawa air di satuan batuan ini hadir pada zona-zona pelapukan dan rekahan, sehingga tingkat peresapan dan akumulasi air tanah relatif kecil.
Material endapan di atas batuan granit adalah endapan alluvium tua dan alluvium muda, berumur kuarter hingga resen berupa material-material bersifat lepas hingga semi padu dari hasil lapukan dan rombakan batuan yang lebih tua (granit karimun), dominan berupa pasir kuarsa. Litologi penyusun lainnya terdiri dari lempung, lanau, kerikil, terumbu koral, gambut dan sisa-sisa tumbuhan. Pada endapan alluvium ini terkandung pula bijih timah, menempati daerah dataran pantai yang sempit. Dari segi hidrogeologi, material pasir berbutir kasar-halus hasil lapukan granit tersebut bersifat lolos air (Permeable).


Sumber : Dokumen Inventarisasi Geologi wilayah Pantai Kemen.ESDM 1998
Gambar.  Peta Geologi Regional Pulau Karimun Besar

Topografi dan Geomorfologi
Berdasarkan sejarah geologinya Pulau Karimun termasuk kawasan Tanah Sunda, yang meliputi pulau-pulau di Indonesia bagian barat, Semenanjung Malaya, serta paparan laut dangkal diantaranya. Proses pembentukan dataran yang mencakup pelapukan dan pengikisan untuk jangka waktu yang cukup lama, telah menghasilkan bentuk bentang alam atau topografi yang khas.
Secara umum, bentuk topografi yang ada di wilayah Pulau Karimun adalah dataran rendah bergelombang dengan permukaan yang tertutup oleh tanah pelapukan yang cukup tebal , wilayah Pulau Karimun mempunyai kondisi Geomofologi yang dapat dibagi dua yaitu Satuan Morfologi Dataran dan Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah-Terjal.
Satuan Morfologi Dataran (0-25 m) merupakan daerah dataran pantai dan dataran rendah sedikit bergelombang. Morfologi seperti ini menempati daerah pinggiran pantai, rawa-rawa serta pada beberapa daerah di sekitar sungai. Dari permukaan laut, satuan morfologi dataran memiliki elevasi berkisar dari 0-25 m. Di Pulau Karimun Besar, satuan ini menempati pada bagian Selatan, terdapat lahan yang bergambut (daerah Sei Raya dan sekitarnya), di bagian Barat dan Timur, yang dicirikan dengan terdapatnya aliran sungai yang relatif pendek dengan kemiringan dasar sungai yang landai, dan sungai-sungai bersifat musiman. Satuan Morfologi ini terdiri dari endapan-endapan Alluvium muda dan tua, berupa pasir kuarsa dan material terumbu koral.
Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah-Terjal (25-437 m) merupakan bentang alam perbukitan bergelombang lemah - sedang yang memiliki pelamparan cukup luas, yaitu pada bagian Barat dan Timur pulau. Batuan penyusun Morfologi ini terutama material-material hasil lapukan dan rombakan dari granit yang terakumulasi pada lembah antar bukit dan dataran pantai. Sedangkan morfologi bergelombang sedang - terjal umumnya dijumpai pada bagian utara pulau. Kenampakannya dicirikan dengan tonjolan-tonjolan yang memiliki ketinggian yang kontras dengan daerah di sekitarnya, sebagai contoh Bukit Masjid, Gunung Jantan dan Gunung Betina. Aliran sungai yang pendek dan bersifat musiman banyak dijumpai pada daerah ini. Batuan penyusun Morfologi seperti ini sebagian besar adalah granit padu.

Senin, 27 Februari 2017

Belt Conveyor dan Bagian - bagiannya

Reclaim Feeder (Pengumpan Belt Conveyor dari Stockpile)


2.1.    Belt Conveyor
Belt conveyor adalah alat angkut yang bisa dipakai untuk jarak pendek, sehingga biasa disebut Belt Loader atau Belt Dumper, namun bisa juga dipakai untuk jarak angkut yang jauh, melebihi 1500 meter. Sekarang sudah ada Belt Conveyor sebagai alat transportasi untuk jarak jauh yang melebihi 30 km. Biasanya Belt Conveyor dipilih apabila tonase material yang akan diangkut per satuan waktu adalah besar (Indonesianto. 2005).
Belt conveyor merupakan suatu alat pemindah material yang berbasis teknologi tinggi yang semakin banyak digunakan pada industri - industri yang sedang berkembang dibeberapa negara. Dengan menggunakan Belt Conveyor, perusahaan mampu menghemat biaya produksi yang sangat tinggi, serta meningkatkan laju produksi dengan kecepatan yang signifikan dan stabil (Alfian, H. 2011).
Belt Conveyor atau konveyor sabuk adalah media pengangkutan yang digunakan untuk memindahkan muatan dalam bentuk satuan atau tumpahan, dengan arah horizontal atau membentuk sudut inklinasi dari suatu sistem operasi yang satu ke sistem operasi yang lain dalam suatu jalur proses produksi, yang menggunakan sabuk (Belt) sebagai penghantar muatannya (Zainuri, 2006).
Kelebihan dari transportasi dengan Belt Conveyor antara lain bekerja secara otomatis, mudah dalam memulai operasi dan terus beroperasi secara terus menerus. Belt Conveyor  hampir tidak memiliki waktu jeda atau istirahat ketika beroperasi, tidak terganggu oleh cuaca buruk, yang sering mengganggu truk pengangkutan. Belt Conveyor  juga membutuhkan tenaga kerja yang jauh lebih sedikit dibandingkan alat transportasi konvensiona seperti truk (Hartman, 1992).
2.1.1. Komponen Conveyor
Berikut ini adalah komponen – komponen dari konstruksi suatu Belt Conveyor (Gambar 2.1)






Gambar 2.1. Komponen Kontruksi pada Belt Conveyor (Swinderman, 2002)


Menurut Partanto (2000) bagian – bagian penting yang terdapat dalam suatu conveyor antara lain :  
1.        Drive Pulley
Merupakan Pulley yang berfungsi menyalurkan energi gerak putar pada Belt sehingga Belt bergerak. Biasanya sebagai discharge Pulley dan juga drive Pulley. (Gambar 2.1.)
2.        Tail Pulley dan Head Pulley
Head Pulley adalah Pulley yang berada pada ujung depan Belt dimana material dicurahkan. Untuk beberapa desain pulley ini digunakan sebagai Pulley penggerak. (Gambar 2.1)
Tail Pulley merupakan Pulley yang pada umumnya berada diujung belakang Belt dan tidak berputar secara langsung oleh Drive-unit tetapi berputar karena mengikuti gerakan Belt.(Gambar 2.2)

Gambar 2.2. Konstrusi Belt Conveyor pada daerah dekat Loading Chute
(CEMA, 2007)


3.        Snub Pulley (pada head-end dan tail-end)
Merupakan Pulley tambahan yang berfungsi untuk memperbesar sudut lilitan Belt  pada Drive. Lokasi pemasangan Snub Pulley dapat dilihat ada (Gambar.2.1.)
4.        Bend Pulley
Merupakan Pulley yang memiliki fungsi melengkungkan atau mengubah arah Belt.(Gambar 2.1)
5.        Take-up Pulley
Merupakan Pulley yang dikombinasikan dengan sistem Take Up, pada gambar 2.4 dapat dilihat Pulley ini dikombinasikan dengan beberapa macam sistem Take Up. Untuk Automatic Take Up Pulley ini dirancang untuk dapat bergerak mengimbangi operasional Belt Conveyor.
6.        Belt
Merupakan bagian yang berfungsi menerima transfer enargi gerak dari Pulley yang berputar, Belt akan mengangkut material dari satu ujung suatu kontruksi Belt Conveyor ke ujung lainnya. Belt dapat dibuat dari beberapa bahan, salah satu diantaranya adalah tenunan benang kapas (Cotton) sehingga membentuk suatu Carcas maupun berupa rangkaian kawat baja yang disebut Steel Cord (Gambar 2.2)
7.        Idlers
Berfungsi untuk menahan atau menyangga Belt pada bagian Carryin dan Return. Jarak antar Idlers tergantung dari fungsi kegunaannya, berikut ini adalah pembagian Idlers menurut fungsi keguaannya :
a.                   Impact Idlers (Impact roller)
Merupakan Idlers yang terletak pada daerah tumpahan material ke dalam Belt, biasanya terbuat dari Rubber yang berfungsi menahan beban Impact dari material yang jatuh diatas Conveyor, sehingga dapat mengurangi kerusakan Belt. ( Gambar 2.2)
b.    Carry Idlers
Carrying Idlers adalah Idlers yang berfungsi untuk menyangga Belt yang membawa muatan material. dapat dilihat pada Gambar 2.3.
c.    Return Idlers (Return roller)
Merupakan Idlers yang berfungsi untuk menyangga Belt dengan muatan kosong, secara umum terletak pada bagian bawah Carrying Idlers (Gambar 2.3.)

Gambar 2.3. Cross section kontruksi Conveyor Belt (CEMA, 2007)
d.        Transition Idlers
Merupakan Idlers dengan sudut yang disesuaikan guna menghindari ketidakstabilan Belt ketika terjadi perubahan sudut Idlers, baik dari kecil menjadi besar ataupun sebaliknya. (Gambar 2.2.)
e.    Weighing Idlers
Idlers ini merupakan Carry Idler yang ditempatkan pada Weight Bridge (timbangan). Dengan tingkat kepresisisan yang lebih tinggi dari pada Carry
Idler lainnya.
f.     Training Idlers
Idlers ini digunakan untuk membantu kelurusan sabuk yang berfungsi membawa (Carrying) material maupun yang tidak membawa material (Return).
8.        Take-up unit
Merupakan sistem yang diinstalasi guna mempertahankan ketegangan Belt yang mengimbangi peregangan Belt saat operasional pengangkutan sedang dilakukan. Terdapat dua macam sistem Take Up yaitu Manual Take Up dan Automatic Take Up.
  

Gambar 2.4. Beberapa macam sistem Take Up (CEMA,2007)
9.        Skirtboards
Merupakan instalasi yang dipasang setelah Loading Chute yang bertujuan membentuk Profile tumpukan batubara dan menstabilkan tumpukan batubara hingga mampu mengimbangi kecepatan Belt. (Gambar 2.5)




Gambar 2.5. Skirtboard Setelah Daerah Transfer Point (CEMA, 2007)
10.    Cleaner
Cleaner merupakan peralatan yang digunakan untuk membersihkan sisi Belt dari material sisa yang tidak tercurahkan saat terjadi Loading dan tetap menempel pada sisi Belt, penggunaan Cleaner dapat dilihat pada Gambar 2.6.



Gambar 2.6. Multiple Belt Cleaning System (CEMA, 2002)


DAFTAR PUSTAKA

ARPM. (2011). Conveyor and Elevator Belt Handbook. Indianapolis: Association for Rubber Products Manufacturers, Inc.
CEMA. (2007). Belt Conveyor for Bulk Materials Six Edition 2nd Printing. USA: Conveyor Equipment Manufacturers Association.

Hartman, H.L. (1992). SME Mining Engineering Handbook. Colorado: Society for Mining Metallurgy and Exploration, Inc.

Nasher, Z. (2014). Perancangan Konveyor Spreader Kapasitas 1200 TPH Untuk Material Batubara dengan 0,8 Ton/M3. Skripsi, Fakultas Teknik: Universitas Brawijaya.

Peurifoy, R., Schexnayder, C., Shapira, A. (2006). Construction Planning, Equipment, and Methods. Mc-Graw Hill : New York.

Raymond, L. (2002). SME Mining Engineering Handbook: Colorado : Society for Mining Metallurgy and Exploration Inc.

Rudianto. (2013). Rancang Bangun Belt Conveyor Trainner Sebagai Alat Bantu Pembelajaran. Jurnal Teknik Mesin Politeknik Kediri, 4(2). 15-26.

Subba, R. (2011). Mineral Benefication. Boca Raton: CRC Press.

Swinderman PE, R Todd., Larry J Goldbeck & Andrew D Marti. (2002), The Practical Resource for Total Dust & Material Control. Illinois: Martin Engineering.


Toha, J. (2002). Perancangan, Pemasangan, dan Perawatan Konveyor Sabuk dan Peralatan Pendukung. PT. Junto Engineering: Bandung.

Perhitungan Kebutuhan Daya dan Sistem Take Up pada Belt Conveyor Untuk Bulk Material

2.4.    Daya Motor dan Nilai Take Up
Perubahan kapasitas angkut Belt Conveyor secara langsung akan mempengaruhi nilai Take Up yang dibutuhkan guna mempertahankan ketegangan Belt selain itu perubahan nilai kapasitas angkut Belt Conveyor juga akan mempengaruhi nilai daya yang dibutuhkan untuk operasional pengangkutannya. Berikut ini perhitungan yang dapat dilakukan untuk mencari daya motor dan nilai Take Up yang dibutuhkan untuk nilai kapasitas suatu Belt Conveyor
2.4.1. Tegangan Efektif Belt
Nilai tegangan efektif suatu konstrusi Belt Conveyor dapar dihitung dengan persamaan berikut ini :

Te      = Tx + Tyc + Tyr + Tym + Tm + Tp + Tam + Tac (lbs) 

Komponen rumus tegangan efektif Belt adalah dapat dihitung  dengan rumus berikut ini :

Tx     = L x Kx x Kt

Tyc    = L x Ky x Wb x Kt

Tyr    = L x 0.015 x Wb x Kt

Tym  = L x Ky x Wm

Tm    = ± H x Wm

Tam   = M x Vc

Dimana
Tx        = tahanan akibat gesekan pada idler (lbs)                 
Tyc      = tahanan Belt flexure pada Carrying idler (lbs)
Tyr       = tahanan Belt flexure pada Return idler (lbs)
Tym     = tahanan material flexure (lbs)
Tm       = tahanan material lift (+) atau lower (-) (lbs)            
Tp        = tahanan pulley (lbs)
Tam     = tahanan percepatan material (lbs)
Tac      = tahanan dari aksesoris (lbs)
L          = panjang conveyor (ft)
Kt        = faktor koreksi ambient temperature
Kx       = faktor gesekan idler (lbs/ft)
Ky       = faktor untuk menghitung gaya Belt dan beban flexure pada idler
Wb      = berat Belt (lbs/ft)
Wm     = berat material (lbs/ft)
Q         = kapasitas konveyor (tph)
v          = kecepatan Belt (fpm)
v0            = kecepatan initial material saat penjatuhan didaerah loading (fpm)
H         = jarak vertical material lift atau lower (ft)
2.4.1.1. Faktor Koreksi Ambient Temperatur (Kt)

Tahanan putaran idler dan tahanan flexure pada Belt meningkat pada operasi cuaca dingin. Pada cuaca dingin yang ekstrim diperlukan pelumasan lebih pada idler untuk mencegah peningkatan tahanan putaran idler. Nilai Kt sangat dipengaruhi temperatur tempat operasional, berikut nilai koreksi Ambient temperatur (Gambar.2.11)

Gambar.2.9. Kurva Nilai Kt Berdasarkan Temperatur Lokasi Operasional
                     (CEMA, 2002)

2.4.1.2. Faktor Gesekan Idler (Kx)
Nilai Kx dapat dihitung dengan rumus (CEMA, 2002) :

 
Kx    = 0,00068(Wb+Wm)[Ai/Si](lbs/ft)

Dimana
Ai = 1,5 untuk 6-inch dia. Idler roll
Ai = 1,8 untuk 5-inch dia. Idler roll
Ai = 2,3 untuk 4-inch dia. Idler roll
Ai = 2,4 untuk 7-inch dia. Idler roll
Ai = 2,8 untuk 8-inch dia. Idler roll
2.4.1.3. Faktor Perhitungan Gaya Belt dan Beban Flexure pada Idler (Ky)
Kedua tahanan Belt terhadap flexure yang bergerak diatas idler dan tahanan beban flexure material diatas Belt yang bertumpu pada idler menghasilkan gaya tegangan Belt Ky adalah faktor perkalian untuk menghitung gaya tegangan ini. Nilai Ky dapat dilihat pada Tabel 2.5.


Tabel.2.5. Faktor Nilai Ky

Panjang Conveyor (ft)
Wb + Wm
(lbs/ft)
Persen Kemiringan
0
3
6
9
12
24
33
Derajat Kemiringan Rata-rata
0
2
3,5
5
7
14
18
1000
50
75
0,031
0,028
0,026
0,024
0,023
0,019
0,016
0,030
0,027
0,024
0,022
0,019
0,016
0,016
100
150
200
0,030
0,026
0,022
0,019
0,017
0,016
0,016
0,033
0,024
0,019
0,016
0,016
0,016
0,016
0,032
0,023
0,017
0,016
0,016
0,016
0,016
250
300
0,033
0,022
0,017
0,016
0,016
0,016
0,016
0,033
0,021
0,018
0,018
0,018
0,018
0,018
1400
50
75
0,029
0,024
0,024
0,016
0,021
0,016
0,016
0,028
0,021
0,021
0,016
0,016
0,016
0,016
100
150
200
0,028
0,023
0,019
0,016
0,016
0,016
0,016
0,029
0,020
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,030
0,021
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
250
300
0,030
0,020
0,017
0,016
0,016
0,016
0,016
0,030
0,019
0,018
0,018
0,018
0,018
0,018
2000
50
75
0,027
0,024
0,022
0,016
0,016
0,016
0,016
0,026
0,021
0,019
0,016
0,016
0,016
0,016
100
150
200
0,025
0,020
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,026
0,017
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,024
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
250
300
0,023
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,022
0,018
0,018
0,018
0,018
0,018
0,018
2400
50
75
0,026
0,023
0,021
0,016
0,016
0,016
0,016
0,025
0,021
0,017
0,016
0,016
0,016
0,016
100
150
200
0,024
0,019
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,024
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,021
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
250
300
0,021
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,016
0,020
0,018
0,018
0,018
0,018
0,018
0,018
2.4.1.4. Tahanan Pulley (Tp)
Tahanan Flexure Belt disekitar permukaan Pulley dan tahanan Pulley untuk berputar pada Bearing-nya. Nilai tahanan Pulley dapat dilihat pada Tabel 2.6.


Tabel 2.6. Tegangan Belt Untuk Memutar Pulley

Lokasi Pulley
Sudut wrapº
Tegangan Belt
Daerah kencang
150 – 240
200 lbs per Pulley
Daerah kendur
150 – 240
150 lbs per Pulley
Jenis Pulley lain
Kurang dari 150
100 lbs per Pulley


2.4.1.4. Tahanan Percepatan Material (Tam)
Merupakan tahanan akibat adanya perbedaan percepatan antara material yang jatuh dengan kecepatan Belt. Nilai tahanan percepatan material ini dapat dihitug dengan rumus berikut ini.

Tam = M x Vc

Dengan perhitungan nilai M dan Vc sebagai berikut :



M  = W/g

Vc =   V – V0

Dimana,
M      = Percepatan jatuh material
W      = Berat material yang jatuh detik
Vc     = Perubahan kecepatan (fps)
V       = Kecepatan Belt (fpm)
V0       = Kecepatan jatuh material (fpm)
2.4.1.5. Tahanan Aksesoris
Aksesoris conveyor antara lain : tripper, stacker, plows, Belt-cleaning equipment/scraper, dan skirtboard. Perhitungannya dapat dengan menggunakan rumus berikut ini.

Tac =Tbc + Tpl + Tsb (lbs)

Tbc = Tahanan plows
Nilai tahanan plow dapat dilihat pada Tabel 2.7.


Tabel 2.7. Discharge Plow Allowed

Jenis Plow
Tegangan ( lbs/in lebar belt)
Full V atau Plow tunggal yang dipasang miring (membersihkan seluruh material dari belt)
5,0
Partial V atau Plow tunggal yang dipasang miring (membersihkan sebagian material dari belt)
3,0


Tpl =  Tahanan dari peralatan Belt-cleaning/scraper
Scraper biasanya lebih dari satu dan bekerja menekan Belt.Tahanan yang dibutuhkan sekitar 2 sampai 3 lbs/inch dari lebar Belt. Nilai tahanan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.

Tpl = n . 3 . b (lbs)

Dimana,
b          = Lebar Belt (inch)
Tsb      = Tahanan gesekan pada karet skirtboard
Nilai tahanan yang ditimbulkan oleh gesekan yang terjadi oleh karet skirtboard yang menyentuh Belt dapat dihitung dengan rumus berikut ini.

Tsb = ( 2 . Cs . Lb . hs2 ) + ( 6 . Lb ) (lbs)

Dimana
Cs = faktor dari beberapa material pada Tabel 2.8
Lb = Panjang skirtboard (ft)
Hs = Kedalaman material mengenai skirtboard = 0,1 x lebar Belt (in)


Tabel 2.8. Faktor Gesekan Beberapa Jenis Material

Material
Cs Factor
Alumina, pulverized, dry
0.121
Ashes, coal, dry
0.057
Bauxite, ground
0.188
Beans, navy, dry
0.080
Borax
0.073
Bran, granular
0.024
Cement, Portland, dry
0.212
Cement clinker
0.123
Clay, ceramic, dry fines
0.092
Coal, anthracite, sized
0.054
Coal, bituminous, mined
0.075
Coke, ground fine
0.045
Coke, lumps and fines
0.019
Copra, lumpy
0.020
Cullet
0.084
Flour, wheat
0.027
Grains, wheat, corn or rye
0.043
Gravel, bank run
0.115
Gypsum, 1/2" screenings
0.090
Iron ore, 200 lbs/cu ft
0.276
Lime, burned, 1/8"
0.117
Lime, hydrated
0.049
Limestone, pulverized, dry
0.128
Magnesium chloride, dry
0.028
Oats
0.022
Phosphate rock, dry, broken
0.018
Salt, common, dry, fine
0.081
Sand, dry, bank
0.137
Sawdust, dry
0.008
Soda ash, heavy
0.070
Starch, small lumps
0.062
Sugar, granulated dry
0.034
Wood chips, hogged fuel
0.009


2.4.2. Sistem Take Up
Berikut ini adalah fungsi sistem pengencang (Take Up) menurut Juanda Toha, 2002.
1.    Untuk menjamin bahwa tegangan terendah yang terjadi pada sabuk lebih besar dari tegangan minimum yang diperlukan untuk mencegah terjadinya slip antara pulley penggerak dengan sabuk
2.    Untuk mengkompensasikan perubahan panjang sabuk akibat mulurnya sabuk
3.    Sebagai cadangan panjang sabuk, akibat terjadinya penyambungan ulang (Replicing)
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan sistem pengencang (Take Up), antara lain :
2.4.2.1.Panjang Pergerakan Sistem Pengencang
Untuk menjamin fungsi sistem pengencang sebagaimana mestinya, mak panjang pergerakan sistem pengencang harus diperhatikan dengan seksama. Besarnya panjang pergerakan sistem pengencang sangat bergantung pada jenis sabuk yang digunakan .Secara umum untuk sabuk dengan rangka kain, panjang pergerakan minimum adalah 1 – 3% dari panjang sabuk, sedangkan untuk sabuk dengan rangka baja panjang pergerakan minimum adalah   0,25 – 0,5 % dari panjang sabuk. CEMA merekomendasikan panjang pergerakan sebagai mana ditunjukan pada Tabel 2.9.


Tabel 2.9. Panjang Pergerakan Sistem Pengencang Yang Direkomendasikan


Penyambungan Mekanis
Penyambungan Vulkanisir
100%  nilai tegangan
75 atau kurang nilai tegangan
100%  nilai tegangan
75 atau kurang nilai tegangan
Screw Take Up
2%
1,5%
4%
3%
Automatic Take Up
1,5%
1%
2,5% + 2 ft

2.4.2.2. Lokasi Sistem Pengencang
Secara umum posisi sistem pengencang yang paling murah adalah pada sisi belakang untuk konveyor mendaki, karena tidak diperlukan tambahan pulley pengencang. Sedangkan untuk konveyor yang panjang, horizontal atau sedikit Incline posisi sistem pengencang yang baik adalah didekat sistem penggerak dikarenakan dapat secara cepat memberikan respon tegangan guna mencegah terjadinya Slip saat mulai dilakukan Start dan ketika ingin Stop. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan saat menentukan lokasi Take Up adalah kondisi ruang yang tersedia, kemudahan perawatan, dan pertimbangan ekonomis.
2.4.2.2. Perhitungan Sistem Pengencang
Berdasarkan fungsi dari adanya Take Up maka diperlukan sejumlah beban atau gaya yang diberikan agar ketengangan Belt terjaga dan operasional Belt Conveyor tidak terjadi Slip. Menurut Juanda Toha, 2002. Perhitungan beban Gravity Take Up dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
Mcw = Massa pemberat tambahan yang diperlukan (Kg)
Mtup = Massa pulley pengencang
Te      = Tegangan efektif sabuk

2.4.3. Daya Motor
Daya yang dibutuhkan Belt conveyor yang memiliki tegangan efektif, Te pada drive pulley dapat dihitung dengan rumus CEMA, 2007 sebagai berikut:




 Dimana ,
P          = Daya Belt (HP)
Te        = Tension efektif (lbs)
v          = Kecepatan Belt (fpm)

DAFTAR PUSTAKA

ARPM. (2011). Conveyor and Elevator Belt Handbook. Indianapolis: Association for Rubber Products Manufacturers, Inc.
CEMA. (2007). Belt Conveyor for Bulk Materials Six Edition 2nd Printing. USA: Conveyor Equipment Manufacturers Association.

Hartman, H.L. (1992). SME Mining Engineering Handbook. Colorado: Society for Mining Metallurgy and Exploration, Inc.

Nasher, Z. (2014). Perancangan Konveyor Spreader Kapasitas 1200 TPH Untuk Material Batubara dengan 0,8 Ton/M3. Skripsi, Fakultas Teknik: Universitas Brawijaya.

Peurifoy, R., Schexnayder, C., Shapira, A. (2006). Construction Planning, Equipment, and Methods. Mc-Graw Hill : New York.

Raymond, L. (2002). SME Mining Engineering Handbook: Colorado : Society for Mining Metallurgy and Exploration Inc.

Rudianto. (2013). Rancang Bangun Belt Conveyor Trainner Sebagai Alat Bantu Pembelajaran. Jurnal Teknik Mesin Politeknik Kediri, 4(2). 15-26.

Subba, R. (2011). Mineral Benefication. Boca Raton: CRC Press.

Swinderman PE, R Todd., Larry J Goldbeck & Andrew D Marti. (2002), The Practical Resource for Total Dust & Material Control. Illinois: Martin Engineering.


Toha, J. (2002). Perancangan, Pemasangan, dan Perawatan Konveyor Sabuk dan Peralatan Pendukung. PT. Junto Engineering: Bandung.